NPL (Non Performing Loan) adalah salah satu indikator kesehatan aset suatu bank

NPL (Non Performing Loan) adalah salah satu indikator kesehatan aset suatu bank

Banyak orang yang masih belum memahami tentang NPL atau Non Performing Loan, oleh sebab itu, pada halaman ini kami akan menjelaskan secara sederhana dan jelas apakah yang dimaksud dengan Non Performing Loan tersebut.

Indikator tersebut dapat berupa rasio keuangan pokok yang mampu memberikan informasi penilaian atas kondisi permodalan, rentabilitas, risiko kredit, risiko pasar, serta likuiditas.

NPL yang biasa digunakan adalah NPL neto, yakni NPL yang telah disesuaikan. Penilaian kualitas aset sendiri merupakan penilaian terhadap kondisi aset bank serta kecukupan manajemen risiko kredit. Hal tersebut berarti NPL merupakan indikasi tentang adanya masalah dalam bank tersebut, yang apabila tidak segera diatasi, maka akan membawa dampak buruk bagi bank itu sendiri.

Contoh sederhananya, NPL atau kredit bermasalah ini tentu akan berdampak pada berkurangnya modal suatu bank. Apabila hal tersebut dibiarkan, maka akan membawa dampak pada penyaluran kredit untuk periode berikutnya.

Menurut Peraturan Bank Indonesia No. 6 / 10 / PBI / 2004 tanggal mengenai Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, menetapkan bahwa rasio kredit bermasalah (NPL) yakni sebesar 5%. Rumus perhitungan untuk NPL adalah sebagai berikut:

Contohnya, suatu bank mengalami kredit bermasalah sebesar 50, dengan total kredit sebsar https://georgiapaydayloans.org/cities/cochran/ 1000, maka rasio NPL bank tersebut adalah 5% (50 / 1000 = 0.005).

Melihat kasus ini, maka pihak bank memang dituntut untuk melakukan analisa kredit sehingga dapat melakukan seleksi klien yang pantas untuk menerima dana pinjaman dari bank tersebut

Semakin tinggi nilai NPS (diatas 5 %), maka bank tersebut bisa dikatakan tidak sehat. Sebab i singgung di atas, NPL yang tinggi akan menyebabkan menurunnya laba yang akan diterima oleh bank.

Kemampuan debitur dari sisi finansial untuk melunasi baik pokok atau pun bunga pinjaman tidak akan memiliki arti tanpa kemauan dan itikad baik dari debitur tersebut. Jadi apabila banyak debitur yang menunggak angsuran, maka nilai NPL pada bank akan semakin besar.

Tingginya suku bunga kerap kali menjadi alasan bagi para debitur untuk menunda menyelesaikan kewajibannya pada bank. Dengan kata lain, mereka tidak mampu menyelesaikan kredit sesuai dengan kesepakatan yang telah dibuat sebelumnya.

Bayangkan saja, jika peminjam dana sudah tidak memenuhi kewajiban mereka membayar angsuran, maka dapat dipastikan bahwa bank akan kehilangan banyak income. Secara otomatis, i singgung di atas, kondisi demikian akan mengurangi deviden dan juga laba bank.

Kebijakan pemerintah dapat mempengaruhi tinggi rendahnya NPL perbankan. Misalnya kebijakan kenaikan BBM tentu akan menyebabkan perusahaan yang mengkonsumsi BBM untuk kegiatan produksinya akan membutuhkan dana tambahan yang diambilkan dari laba (yang dianggarkan untuk pembayaran cicilan kredit), guna memenuhi biaya produksi. Pada akhirnya, perusahaan tersebut akan mengalami kesulitan dalam membayar utang-utangnya pada bank.

Demikian pula halnya dengan Peraturan Bank Indonesia (PBI), akan memberi dampak secara langsung maupun tidak langsung terhadap NPL suatu bank. Contohnya, saat BI menaikkan BI Rate yang menyebabkan suku bunga kredit ikut naik, maka dengan sendirinya kemampuan debitur dalam melunasi poko serta bunga pinjaman akan berkurang.

Kondisi perekonomian suatu Negara juga memiliki pengaruh atau andil cukup besar terhadap kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya. Indikator-indikator ekonomi makro yang mempunyai pengaruh terhadap NPL antara lain:

  • Infalasi

Inflasi merupakan kenaikan harga secara menyeluruh dan terjadi secara terus menerus. Inflasi yang tinggi tentunya akan menyebabkan kemampuan debitur dalam melunasi utang-utangnya berkurang.

  • Kurs Rupiah

Kurs rupiah juga memiliki pengaruh terhadap NPL suatu bank, alasannya adalah karena aktifitas debitur perbankan tidak hanya bersifat nasional, namun juga internasional.

  • Sentralisasi

Sentralisasi dapat terjadi apabila semua pihak yang berkepentingan termasuk bank, regulator, serta pemerintah bersatu untuk menemukan satu solusi. Bentuk sentralisasi yang umum dikerjakan adalah pembentukan organisasi atau lembaga pusat seperti Perusahaan Manajemen Aset.

  • Desentralisasi

Pendekatan ini akan melibatkan langkah-langkah yang akan diambil oleh bank yang terdampak. Pendekatan desentralisasi umum dilakukan untuk kredit macet yang timbul dari kredit macet tersebut. Dalam pendekatan ini, bank akan dibiarkan sendiri dengan memberi insentif, kekuatan legislatif, atau manfaat akutansi atau fiskal khusus.

  • Kurangnya standard, definisi dari NPL yang diterima.
  • Kurangnya metodologi penilaian standard, di mana Lembaga Keuangan dapat mengatur sumber daya untuk kerugian yang ditimbulkan dari resonansi NPL.
  • Tekanan pada bank dan lembaga keuangan lainnya untuk mengecilkan NPL, mengingat adanya dampak sosial, ekonomi, serta politik.
  • Bank tidak bersedia untuk menjual NPL karena biaya yang terkait dengan latihan tersebut, yang dapat meningkatkan NPL tersebut. Hal ini pada saatnya akan merusak kecukupan modal mereka.
  • Masalah yurisdiksi NPL

Sebagaimana fungsi bank, yaitu menghimpun dan juga menyalurkan dari dan untuk rakyat, dan guna memaksimalkan hal ini agar tetap terkoordinasi dengan baik, maka pihak bank wajib membuat sistem manajemen pada berbagai aspek dan pihak yang ikut terlibat

Langkah tersebut dinilai cukup baik untuk menjalankan manajemen seluruh kegiatan operasional bank, diantaranya sebagai langkah mengurangi risiko gagal kredit atau kredit macet yang akhirnya menyebabkan bank menjadi tidak sehat.